Mendengar nama Sunan Kalijaga
pasti tidak asing lagi untuk telinga kita, nama Sunan Kalijaga begitu akrab
dalam dunia Islam Nusantara. Tokoh ini merupakan sosok ulama yang sangat
kreatif dalam melihat potensi masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk berdakwah
menyiarkan Islam. Bagaimana sih cara dakwah Sunan Kalijaga dalam penyebaran
agama Islam?
Sumber : Buku Dr. Purwadi, M.Hum
Kanjeng Sunan Kalijaga
di masa mudanya bernama Raden Syahid, ia adalah putra Adipati Tuban dimasa
redupnya pamor Kerajaan Majapahit. Raden Syahid galau hati ketika menyaksikan
nasib rakyat yang hidup sengsara. Menurut cerita rakyat, diam-diam Sunan
Kalijaga suka mencuri bahan makanan yang
tersimpan di gudang Kadipaten, lalu ia bagi-bagikan ke rakyat. Sepintar apapun
beliau bertindak, namun ketahuan juga oleh ayahnya. Maka beliau diusir keluar
dari Kadipaten. Justru pengusiran itu membuat Raden Syahid memilih menjadi
perampok. Namun, dia tidak merampok untuk diri dan kelompoknya sendiri,
melainkan dibagi-bagikan kepada kaum yang membutuhkan. Robin Hood versi Jawa.
Suatu hari,
Raden Syahid kena apes ketika ia bertemu dengan Sunan Bonang yang akan
dirampoknya. Jangankan mendapatkan hasil rampokan, wali tua itu malah
mencerahkan hidupnya. Ia menyatakan diri menjadi murid Sunan Bonang, dan oleh
Sunan Bonang diminta menunggu kedatangannya di kunjungan berikutnya.Raden
Syahid pun menunggu dengan duduk bersemedi di pinggir kali. Saking lama dan
khusuknya bersemedi, tak ia sadari sudah berbulan-bulan ia menunggu hingga
rerumputan dan semak belukar menutupi tubuhnya. Dari kisah penantian inilah ia
mulai dikenal dengan sebutan Kalijaga. Singkat cerita, Sunan Bonang menemui
Raden Syahid untuk mewariskan ilmu agama dan spiritual kepadanya.Tak hanya
kepada Sunan Bonang saja ia berguru, tetapi juga kepada Sunan Ampel dan Sunan
Giri. Ia juga berguru ke Pasai dan menjadi pendakwah hingga wilayah Patani di
Thailand Selatan. Sekembalinya ke Tanah Jawa ia diangkat menjadi anggota Wali Sanga, sembilan pemuka dan penyebar agama Islam
di Jawa.
Cara Sunan Kalijaga dalam
menyiarkan Islam terbilang kreatif. Ini karena sunan Kalijaga selalu
menggunakan simbol-simbol budaya Jawa sebagai media dakwah. Ia memadukan dakwah
dengan seni budaya yang mengakar dimasyarkat. Misalnya lewat wayang, gamelan, tembang,
ukir, dan batik, yang sangat populer dimasa itu. (Babad-Dandanggula
Semarangan—paduan melodi Arab dan Jawa). Langkah ini didasari atas pandangan,
dakwah tidak akan menghasilkan apapun, bahkan dapat menghancurkan citra agama
itu sendiri jika dilakukan dengan kekerasan taupun pemaksaan. Dia juga
berpendapat, masyarakat tidak akan mau memeluk Islam jika penderiannya dan
kenyakinan atas kepercayaan sebelumnya secara frontal diserang.
Pada saat itu masyarakat di
wilayah Jawa mayoritas memeluk agama hindu dan budha. Dengan berbagai adat upacara
yang dilakukan untuk komunikasi ataupun peribadatan mereka terhadap tuhan. Sebelum Islam masuk di tanah Jawa masyarakat
Jawa mempunyai berbagai kebudayaan antara lain adanya sedekah bumi yang di
lakukan oleh masyarakat Jawa dengan membawa berbagai macam hasil bumi ada
buah-buahhan, padi, dan sesaji yang kemudian di berikan kepada leluhur ataupun
tempat-tempat keramat. Tetapi, setelah Islam masuk yang dibawa oleh Sunan
Kalijaga kebudayaan tersebut tidak dihilangkan. Melainkan, di rubah niat dan
pengertiannya yaitu seperti tradisi Grebeg Mulud untuk memperingati Maulud Nabi
yang terkenal sebagai upacara Sekaten (dari kata syahadatain, pengucapan dua
kalimat syahadat) tata caranya sama, melainkan di ubah maksud dan tujuannya.
Bukan lagi sesaji untuk leluhur melainkan untuk memeriahkan hari kelahiran Nabi
Muhammad.
Dalam Babad tanah jawi, dahulu
pemeluk agama Hindu dan Budha sangat gemar melihat pagelaran wayang. Mendengar
bunyi-bunyi gamelan saja, semua
masyarakat sudah berbondong-bondong mencari sumber suara. Hal itu digunakan
Sunan Kalijaga untuk mengumpulkan masa. Cara tersebut sangat efektif, buktinya
tidak lama setelah gamelan di bunyikan oleh sunan Kalijaga, di Pendopo Masjid
sudah dipenuhi warga yang datang berbondong-bondong untuk mencari sumber
suara alunan gamelan yang sangat Indah.
Setelah masa berkumpul trik sunan Kalijaga yaitu dengan memberi syarat bagi
siapa yang ingin menonton wayang harus
mensucikan diri dengan mencuci wajah, kedua tangan, dan kaki (dalam hal ini
yang dimaksud berwudhu), kemudian harus mengikuti tata aturan ataupun ucapan
Sunan Kalijaga. Kemudian para warga yang datang mengikuti perintah Sunan
Kalijaga yaitu berwudhu lalu, mengucapkan dua mantra (dua kalimat syahadat)
tiada tuhan selain Allah dan mempercayai bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.
Melalui cara itulah banyak masyarakat Jawa yang kemudian memeluk agama Islam.
Ahli sejarah mencatat, Sunan
Kalijaga diyakini sebagai pengubah wayang kulit. Tiap tokoh wayang dibuat
gambarnya dan disungging di atas kulit lembu. Ketika mendalang itulah Sunan
Kalijaga menyisipkan dakwahnya mengenai Islam. Lakon yang bersumber dimainkan
tak lagi dari kisah Ramayana dan Mahabarata, melainkan Sunan Kalijaga
mengangkat kisah-kisah caragan. Beberapa diantaranya yang terkenal adalah lakon
Dewa Ruci, Jimat Kalimasada, dan Petruk Dadi Ratu. Dewa Ruci ditafsirkan
sebagai kisah Nabi Khidir. Sedangkan Jimat Kalimasada tak lain berlambang dari
kalimat syahadat. Sunan Kalijaga juga mengganti puja-puji dalam sesaji itu
dengan doa dan bacaan dari kitab suci Al-Qur’an. Jadi kebudayaan pewayangan yang sekarang
sudah terpengaruh oleh agama Islam yang disebarkan Sunan Kalijaga di tanah
Jawa. Nah, berbekal nilai budaya inilah banyak masyarakat baik dari kalangan
biasa hingga ningrat yang mau memeluk agama Islam. Sunan Kalijaga berhasil
mengajak sejumlah Adipati masuk Islam tanpa harus menggunakan kekerasan dan
peperangan.
Kata agama berasal dari bahasa
Sansekerta dari kata a berarti tidak
dan gama berati kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti
sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara
integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan,
sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama
sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan
alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama
tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan
diberlakukan. Pengertian itu jugalah yang
terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio
(bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian
religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan
hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan
hubungannya secara horizontal (Sumardi, 1985:71)
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas
penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus
mempesonakan Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus
atau terdesak secara batiniah untuk merespons. Dalam kaitan ini ada juga yang
mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang
berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman
dalam hidupnya.
dari kata Al-Din seperti yang dimaksudkan
dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam disebut
Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam dapat
dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus
dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah menjadi
utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama
dipandang sebagai himpunan doktrin. Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip
oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai
kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan
nilai-nilai ke Tuhanan.
Sijabat telah merumuskan agama sebagai
berikut:
“Agama adalah
keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya terhadap
panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha luhur itu
diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap Tuhan, terhadap
manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi, 1985:75)
Uraian Sijabat ini
menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan yang Maha
Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang terwujud dalam
hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala isinya.
Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas atau wahyu
yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.
Agama dan Budaya
Budaya menurut
Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan
hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar.
Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian,
berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya.
Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang
terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat,
ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama
terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif
tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan
berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan
Tuhan (Wach, 1998:187).
Lebih tegas dikatakan
Geertz (1992:13), bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak
manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau
kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan
saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara,
ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan
bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan
kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif. Faktor kondisi yang objektif menyebabkan
terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya
adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di
Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing
mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang
membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah
kuat dengan yang tidak. Demikian juga
ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di
Thailan dengan yang ada di Indonesia.
Jadi agama juga
mempengaruhi budaya. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan
dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan
penganutnya (Andito,ed,1998:282). Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa
agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti
mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk
etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada
pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia
sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi
dalam kebebasan menciptakan berbagai objek realitas dan tata nilai baru
berdasarkan inspirasi agama.
Bahan Bacaan :
Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam
Dialog Bebas Konflik, Bandung, Pustaka Hidayah, 1998.
Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka
Cipta,1990
Mulyono Sumardi, Penelitian
Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan,
1982.
Soekanto Soerjono, Sosiologi suatu pengantar, Kebudayaan dan Masyarakat, Jakarta; CV.
Rajawali, 1982
Geertz,
Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
Baiquni Ahmad, suara merdeka ramadhan “Sunan
Kalijaga, berdakwah gunakan budaya, cegah kekerasan”. http://www.merdeka.com/ramadan/sunan-kalijaga-berdakwah-gunakan-budaya-cegah-kekerasan.html, diakses 28 Oktober 2014 pukul 05.00 WIB.
Kyaine, The Padheblogan “Dakwah
Kanjeng Sunan Kalijaga dan Uje”. http://padeblogan.com/2013/04/27/dakwah-kanjeng-sunan-kalijaga-dan-uje/, diakses 29 Oktober 2014 pukul
04.35 WIB.
Walisongo, Sepenggal cerita
Walisongo “sepenggal cerita wlaisongo (SUNAN KALIJAGA). https://www.facebook.com/notes/wali-songo/sepenggal-cerita-wali-songo-sunan-kalijaga/37896744927, diakses 29 Oktober 2014 pukul
04.35 WIB.
Purwadi, M. Hum, Dakwah Sunan
Kalijaga, penyebaran Islam di tanah jawa berbasis kultural, Yogyakarta; CV.
Aneka Ilmu, 2012
Dr. Purwadi, M. Hum, Babad Tanah
Jawi, Yogyakarta; CV. Aneka Ilmu, 2010
untuk download silahkan Klik Disini
untuk download silahkan Klik Disini
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan baik